Oleh : Mukhnizar Sabri, S. IP
Berbeda daerah tempat tinggal tidak selalu harus berarti berbeda tradisi atau budaya. Ada tradisi atau unsur-unsur tertentu dari budaya, yang mirip atau bahkan mungkin sama sekali tak berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini sangat dimungkinkan, karana adanya proses akulturasi budaya atau mungkin juga dikarenakan adanya persamaan perjalanan sejarah perkembangan masyarakat pendukung budaya kedua daerah tersebut. Kecuali itu, daerah-daerah yang berada di daerah perbatasan, karena kedekatan geografisnya, sangat memungkinkan terjadinya proses akulturasi budaya. Dalam konteks zaman sekarang, dukungan perkembangan ilmu dan teknologi (iptek) utamanya bidang transportasi, informasi dan komunikasi sangat mendorong terjadinya proses akulturasi budaya ini. Masyarakat tidak lagi seperti “katak di bawah tempurung,” tetapi sudah sangat melek budaya. Interaksi social, komunikasi dan tukar-menukar informasi dapat dilakukan dalam hitungan detik tanpa hambatan yang berarti dari sudut ruang dan waktu.
Tradisi Mandi Balimau yang terdapat dalam masyarakat Kerinci dan Pesisir Selatan dalam menyongsong bulan Ramadhan adalah contoh nyata uraian di atas. Daerahnya yang berada di perbatasan Provinsi Jambi dan Sumatera Barat, menjadikan masyarakat kedua daerah ini sudah menjalin interaksi sodial sejak waktu lama. Kecuali itu, Persamaan historis dimana kedua daarah ini pernah bersama dalam naungan administrasi pemerintahan yang sama, kabupaten Pesisir Selatan Kerinci (PSK) dalam kurun waktu 50-an, cukup kuat membangun keterikatan emosional masyarakat kedua daerah ini. Faktor-faktor inilah yang mendukung terbentuk tradisi ataupun budaya yang sama, seperti halnya tradisi mandi balimau.
Barangkali inilah salah satu pertimbangan, mengapa sewaktu masih dipimpin Bupati Fauzi Siin, secara resmi Pemkab Kerinci bersama Pemkab Pesisir Selatan setiap tahunnya, menjelang bulan Ramadhan, secara seremonial, melakukan acara mandi balimau bersama, di Muara Sakai, kecamatan Pancung Soal, Pesisir Selatan. Muara Sakai merupakan pusat pemerintahan kerajaan Inderapura tempo dulu. Sayangnya, acara yang menjadi media silaturrahim kedua daerah ini tidak dilanjutkan Murasman, Bupati Kerinci saat ini.
Tradisi Mandi Balimau, berkaitan erat dengan kedatangan bulan Suci Ramadhan. Ini berarti juga ada kaitannya dengan Islam. Islam lahir dan hadir di tengah-tengah masyarakat bukan dalam kondisi umat yang hampa budaya. Kedatangannya meberikan pencerahan bagi budaya itu sendiri. Budaya yang mungkin berbau “syirik,” yang bertentangan dengan nilai-nilai aqidah Islam “diluruskan “ sehingga bersih dari niali-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Nilai-nilai Islam juga menginspirasi lahirnya kebiasaan, tradisi dan budaya baru, yang sejalan dengan nilai Islam. Islam yang datang dengan pendekatan persuasive, menyebabkan tumbuh-suburnya budaya Islami, meskipun mungkin secara eksplisit tidak diatur dalam ajaran atau syariat Islam (Alquran dan Hadits). Budaya Islami, betapapun kadang-kadang dipandang bid’ah oleh sebagian ulama, namun bagi kaum muslimin, ini jauh berarti ketimbang budaya sekularis.
Namun dalam pelaksanaannya, ada kerisauan dari kalangan sebagian ulama, kalau-kalau ritual ini diselewengkan menjadi seremonial yang rawan perbuatan maksiat. Agaknya, ini merupakan catatan penting yang harus diperhatikan oleh masyarakat (umat Islam), utamanya di kalangan muda. Dalam konteks tradisi atau budaya Mandi Balimau ini, yang perlu dilakukan adalah menjaga agar ritual balimau dilakukan dengan memperhatikan sungguh-sungguh nilai ajaran Islam. Sebutlah misalnya : Tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan (tempat perempuan jauh dari kemungkinan intipan laki-laki dan sebaliknya); menutup aurat; tidak dijadikan ajang pacaran dll. Hal ini penting, agar perbuatan (kebiasaan) yang dilakukan dengan niat baik (suci) justru ternoda oleh cara melakukannya yang tidak baik (bertentangan dengan ajaran Islam).
Budaya Mandi Balimau, dapat dijumpai dalam tradisi masyarakat Minangkabau, Riau dan Kerinci, yang dilakukan sehari menjelang masuknya bulan Ramadhan. Balimau merupakan ritual masyarakat yang dimaksudkan sebagai lambang penyucian diri, yang diawali dengan pembersihan fisik dengan mandi balimau, yang disempurnakan dengan pembersihan bathin (jiwa), dengan puasa Ramadhan. Balimau dilakukan masyarakat dengan menggunakan kasai, yang terbuat dari tepung beras ketan yang dicampur dengan jeruk nipis, daun pandan yang diaduk dengan air lalu disiram ke tubuh ketika mandi. Ritual ini biasanya, dilakukan bersama-sama di tempat pemandian umum (dulu di sungai, dalam arti tepian khusus untuk laki-laki atau perempuan) atau boleh juga dilakukan di rumah.
Karena memang sudah menjadi budaya, “kurang pas” rasanya kalau menyambut bulan suci Ramadhan tanpa mandi balimau, meskipun hukumnya bukan “wajib” bagi seorang muslim. Dan tradisi balimau yang dilakukan bersama-sama ini dapat disebut sebagai ungkapan rasa gembira dan syukur karena dapat berjumpa kembali dengan bulan yang penuh rahmah (rahmat), maghfirah (ampunan) dan itqun minannar (terhindar dari api neraka) ini.
Tradisi balimau ini sangat popular dikalangan anak muda. Ada tempat tertentu yang dipandang “bagus” untuk melaksanakan ritual budaya ini. Di Tapan, Pesisir Selatan, umumnya anak muda lebih senang malakukannya di sungai Muara Sako. Tempat ini memang sudah menjadi salah tempat wisata bagi turis-turis local di Pesisir Selatan. Kecuali itu, di Muara Sako juga terdapat tempat wisata kuliner. Selain makanan khas Minang lainnya, juga terdapat dendeng batokok dan empek-empek yang jarang ada di tempat lain.
HOBI JUDI BOLA, SABUNG AYAM, TOGEL, KASINO, GREENDRAGON DAN TEMBAK IKAN !!!
BalasHapusPROMO BONUS CASHBACK TERBESAR 10% DAN REFERAL 10%. Penasaran?? AYO JOIN SEKARANG!!!!
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dengan Berbagai Macam Bonus Menarik Seperti:
-Bonus 10% untuk Member Baru
-Bonus Referal 10%
-Bonus CashBack Hingga 10%
Dengan Pelayanan Terbaik, Costumer Servis Yang Ramah Dan Profesional, Dan Siap Melayani Anda 24 Jam NonStop Setiap Hari.
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : +6281377055002