Wellcome in my blog : Thank's for visiting

Rabu, 22 Juni 2011

Ronjok Budaya Khas Masyarakat Tapan

Oleh : Mukhnizar Sabri, S. IP

“Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya,” begitu bunyi pepatah mengatakan. Setiap komunitas, kelompok masyarakat, memiliki ciri khas, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Berawal dari hanya perilaku individu, kemudian ditiru dan dilakukan oleh banyak orang, sehingga menjadi perilaku kolektif sosial. Karena perilaku itu dianggap memiliki nilai oleh suatu komunitas (kelompok masyarakat) kemudian berkembang menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang sudah berjalan dan berproses dalam jangka waktu yang sangat panjang, lalu menjadi budaya sekali gus sebagai identitas dari suatu kelompok sosial.

Ada yang unik dan menarik dari kebiasaan yang sudah membudaya dalam masyarakat Tapan, yang dikenal dengan “nganta ronjok.” Yang dimaksud dengan ronjok disini adalah beberapa jenis makanan dan atau penganan lainnya yang dimasukkan dalam rantang. Ronjok ini dipersiapkan oleh para wanita yang bersuami diperuntukkan bagi mertua atau pihak penganten perempuan (anak daro) untuk mertua dan keluarga dekat penganten laki-laki (marapulai). Kecuali itu, ronjok ini juga diberikan pihak anak daro untuk anggota keluarga atau teman yang memberikan hadiah perkawinan (kado) berupa (cincin) emas, lazimnya minimal seberat setengah emas.

Memberikan hadiah cincin emas ini, di Tapan populer dengan istilah “nyorong”. Disebut nyorong, karena pada hari tertentu dalam ritual seremonial pesta perkawinan dilakukan penyerahan kado(hadiah) tersebut dengan cara menyorongkan langsung kepada anak daro. Nyorong ini dapat dilakukan atas permintaan pihak penganten dan dapat pula atas penawaran sang pemberi. Setelah acara “nyorong,” pihak penganten memberi balasan dengan mengantar ronjok kepada yang pihak pemberi hadiah. Ada beberapa momen dilakukan “nganta ronjok” ini, diantaranya pada satu hari menjelang peringatan Maulid Nabi, menjelang hari raya Idul Fithri bagi wanita bersuami, saat pesta perkawinan dan pada waktu pesta sunatan.

Ada beberapa nilai yang dapat dipetik dari kebiasaan atau budaya ronjok ini. Beberapa diantaranya seperti nilai silaturrahim. Ronjok dapat dikatakan sebagai “lambang” jalinan silaturrahim (kasih sayang antar sesama). Memberi atau menerima ronjok dapat dimaknai sebagai wahana memupuk rasa saling perahatian (peduli) dan saling menghargai, yang pada gilirannya akan mempererat tali silaturrahim. Selain itu, memberi dan menerima ronjok mengandung nilai kerelaan berkorban untuk kepentingan orang lain dan sebagai wujud sikap pandai berterima kasih. Nilai-nilai seperti ini memiliki arti penting dalam pergaulan dan interaksi sosial bagi anggota masyarakat.

Perilaku yang dianggap baik, mengandung nilai-nilai yang sudah menjadi kebiasaan dan mebudaya dalam tatanan masyarakat apabila tidak dilaksanakan, oleh subjeknya dirasakan sebagai suatu pelanggaran. Ada perasaan bersalah dalam diri subjek atas pelanggaran tersebut. Sebagaimana pelanggaran atas tatanan kehidupan masyarakat, sanksi (hukuman) sosialnya adalah rasa malu, sebuah sanksi yang cukup berat untuk dipikul. Karena itulah kebiasaan seperti mengantar ronjok dirasakan sebagai keharusan. Ini adalah konsekwensi logis dalam kehidupan bermasyarakat. Dan ini pulalah sisi kelemahan dari suatu kebiasaan, termasuk budaya mengantar ronjok. Pada saatnya datang, suka atau tak suka, ada ataupun tidak, mesti diadakan.

Karenanya, potensi keretakan rumah tangga bisa terjadi apabila karena ketiadaan, “kewajiban” ini (nganta ronjok) tak dapat dilaksanakan. Betapapun sisi negatif ini tidak cukup berarti ketimbang nilai-nilai positif yang dikandungnya. Akhirnya, terpulang kepada kedewasaan para pendukung suatu kebudayaan itulah yang dapat mengatasi sisi negatif agar kebudayaan itu sendiri tetap lestari.

3 komentar:

  1. thnks pak, ini menjadi bahan kuliah saya
    karna saya sedang ada tugas memperkenalkan
    budaya yang ada di daerah masing2.

    jadi adat tapan ngata ronjok bisa menjadi
    pedoman dan sebagai tambahan materi tugas saya.

    klw bisa tolong kasih tau asal mula nama kecamatan "basa ampek balai" pak. terima kasih bapak. . .

    ambo ughang tapan pak, cok maen di green net pak. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konon Basa berasal dari kata "bsa" berararti "besar" (gedang) dan balai bermakna nagari. dengan begitu berarti Nagari Tapan dengan empat gelar kebesaran di Tapan yaitu 4 suku, Chaniago, Sikumbang, Melayu Kcik dan Melayu Gedang.

      Hapus
  2. kalau pak boleh tahu, sapo yo, namonyo????

    BalasHapus