Wellcome in my blog : Thank's for visiting

Senin, 20 Juni 2011

Rangguk Kinchai Dimana Kini

Oleh : Mukhnizar Sabri, S. IP

Mengapa masyarakat Kerinci begitu senang disebut “uhang Kincai”? Salah satu alasannya adalah Kerinci kaya dengan keanekaragaman seni dan budaya yang benilai tinggi. Betapa tidak! Kerinci adalah salah satu dari sedikit negeri di nusantara ini yang memiliki aksara (tulisan) sendiri, yaitu tulisan  Incung, meskipun sayangnya saat ini, uhang Kincai sendiri tidak lagi menguasai tulisan ini. Kecuali itu, ranah Kerinci dikenal sebagai daerah yang subur, kaya dengan sumebr daya alam serta memiliki keindahan alam yang mempesona.
Diantara seni budaya yang sangat populer tempo dulu adalah rangguk. Rangguk adalah sejenis budaya yang memadukan seni suara (vokal), seni tari (gerak) dan seni musik (instrumental). Para penari, sambil menari bersama-sama mendendangkan ­tale (lagu khas Kerinci)dengan diiringi dendang (instrumental) rebana. Beberapa buah rebana besar didebik beberapa “penggendang” dan rebana kecil didebik para penari. Itulah seni tari yang disebut ranggguk.

Nostalgia Masa lalu

Menjelang dekade 80-an, seni tari rangguk sangat populer di kalangan masyarakat Kerinci. Media hiburan moderen seperti organ tunggal, band dan televisi belum menerpa masyarakat Kerinci. Karenanya, Rangguk merupakan salah satu seni yang dapat memenuhi dahaga masyarakat yang haus hiburan.
Kala itu, hampir setiap sudut kampung terdapat kelompok gadis-gadis kecil melenggang-lenggok indah berpadu dengan lantunan tale yang merdu serta  diiringan tingkah gendang rebana yang bertalu-talu. Hampir setiap sore(ba'da azhar) terdengar suara gendang (rebana)  bertalu-talu memenuhi angkasa kampung. Rangguk menjadi tontonan masyarakat yang sangat menghibur . Para pemuda sangat rajin mengadakan vestival tarian cantik ini.
Yang sangat membanggakan, pada akhir tahun 60-an kelompok rangguk desa Kumun sangat populer seantero propinsi Jambi. Setiap Sabtu sore, grup rangguk ini mengudara  melalui RRI stasiun Jambi. Tentu saja, acara mingguan RRI Jambi ini dinanti-nantikan masyarakat Kerinci. Di hari yang lain, seniman “musik tunggal” Mungkin dari Lolo juga mengudara di stasiun yang sama. Itulah sekelumit nostalgia (kenangan) tempo dulu, yang kini sangat dirindukan.
Seni tari rangguk ini, tidak hanya menarik bagi masyarakat Kerinci. Seorang teman asal kabupaten tetangga, mengungkapkan decak kagumnya dengan tarian tradisional kerinci yang satu ini, yang disaksikannya ketika berwisata ke Air Hangat Semurup. Seorang Guru SD, yang juga,  di daerah tetangga, mantan siswa SPG Sungai Penuh memberikan ekstrakurikuler dengan melatih tarian rangguk. Betapapun tarian ini, menurut Bu Guru ini,  amat digemari oleh masyarakat setempat. Namun “kecemburuan” segelintir  orang, menjadikannya tak nyaman untuk melanjutkannya.

Dimana Kini

Lengkingan suara dan lenggang-lenggok gadis-gadis cilik yang diiringi tingkah gendang rebana yang bertalu-talu kini tak pernah terdengar lagi, sperti dulu. Kerinduan untuk menikmati rangguk Kincai kini takkan dapat terobati. Rangguk Kincai, dimanakah kini, ia berada? Entahlah! Yang jelas, tarian rangguk tak pernah hadir lagi ditengah masyarakat pendukungnya. Ia talah hilang, sirna diterpa budaya (seni) moderen. Kalaupun ada, tarian muncul saat tertentu. Ia tak lagi hidup, berkembang dan menjadi tontonan keseharian masyarakat. Tarian Rangguk, kini tinggal kenangan yang hanya indah buat dikenang. Ia tak dapat lagi disaksikan. Kebosanan atas seni moderen tak mendapatkan alternatif saluran.
Sayang memang! Di tengah-tengah budaya tradisional mempunyai “nilai jual” yang tinggi, terutama bagi turis manca negara, justru seni tradisional yang satu ini raib entah kemana. Fenomena terkini menunjukkan bahwa seni tradisional merupakan “modal” utama untuk mengundang kunjungan turis, baik  lokal maupun manca negara. Disadari, industri pariwisata merupakan bidang usaha yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Kerinci sangat berkepentingan di bidang ini.
Masih ada usaha yang mungkin  dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali seni tradisional Kerinci yang sudah hilang. Lembaga pendidikan dapat memberikan andil mengembangkan seni budaya  Kerinci, melalui kegiatan ekstrakurikulernya. Selain itu, diharapkan akan muncul banyak seniman daerah yang peduli seni tradisonal dengan mendirikan sanggar seni. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar